Berita  

Soal Polemik DOB Sofifi, Hendra Karianga Warning Mendagri dan Setuju Saran Sultan Tidore..

Sultan Tidore H. Husain Alting Sjah: Ibukota Provinsi Maluku Utara Berkedudukan di Kota Tidore Kepulauan Beralamat di Sofifi.

Akademisi dan Advokat Malut, Dr. Hendra Karianga,SH.,MH, Sultan Tidore H. Husain Alting Sjah dan Mendagri Tito Karnavian.

TERNATE, maluttv.com- Wacana DOB Sofifi kini menjadi isu hangat oleh Komisi II DPR RI bersama Mendagri RI, Tito Karnavian. Pemerintah Kota Tidore pun meradang. Mereka tetap bersikukuh tidak ingin melepaskan daerah Ibukota Provinsi Maluku Utara itu menjadi daerah otonom baru.

Sejauh mana urgensi Sofifi sebagai Daerah Otonomisasi Baru dan bagaimana mengurai problematikanya di tengah tarik ulur antara kepentingan Pemkot Tidore Kepulauan dan pro pemekaran?

Akademisi dan Advokat Maluku Utara, Dr. Hendra Karianga, S.H.,M.H pun ikut menanggapi dinamika dan polemik Daerah Otonomisasi Baru (DOB) Kota Sofifi yang ramai diperdebatkan di ruang publik.

Sebagai mantan Anggota DPRD Provinsi Maluku Utara yang pernah mengurus pemekaran daerah, Hendra melihat syarat administrasi dan kewilayahan Sofifi untuk dinaikkan statusnya menjadi otonomisasi baru belum terpenuhi. Pasalnya, untuk menjadi sebuah Kotamadya, Sofifi harus memiliki minimal empat kecamatan.

“Sejauh ini status Sofifi adalah desa. Sedangkan untuk menjadi Kotamadya berdasarkan PP nomor 78 minimal harus empat kecamatan. Empat kecamatan itu ambil dari mana. Itu baru syarat administrasi. Belum juga soal jumlah penduduknya. Mendukung kah tidak? Dan yang paling penting adalah disetujui oleh Pemerintah Kota Tidore sebagai pemilik wilayah atau tidak? Kalau tidak direstui oleh Pemkot Tidore mustahil terjadi. Karena mengurangi jumlah penduduk dan luas wilayah bakal mempengaruhi jatah DAU,” terang HK, panggilan akrab pengacara kondang asal Maluku Utara yang kini eksis di Metropolitan.

HK juga mewarning pemerintah pusat, baik Mendagri Tito Karnavian maupun DPR RI. Hendra mengingatkan Mendagri agar tidak sepihak memaksakan Sofifi menjadi DOB sebelum pihak yang berkepentingan di daerah menemukan kesepakatan.

Bagi Doktor Hendra, status Sofifi menjadi DOB merupakan urgensi. Namun pembentukannya tidak serta merta harus diputuskan tanpa melihat syarat ketatanegaraan dan persetujuan Pemkot Tidore. Untuk menghindari benturan, Dosen Hukum Pasca Sarjana Unkhair Ternate ini menyarankan kepada pihak yang berkepentingan, terutama Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, Kesultanan Tidore dan Tokoh Pemuda dan Tokoh Masyarakat Sofifi duduk bersama dan berdialog untuk mencari solusi yang terbaik tanpa menimbulkan benturan.

Alternatif lain untuk mengurai problematika tarik ulur isu pemekaran Sofifi yaitu merubah nomenklatur. Sebagai langkah alternatif, Hendra setuju dengan gagasan Sultan Tidore, Husain Alting Sjah yang menyarankan revisi Undang-undang Nomor 46 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara. “Saran Sultan Tidore soal Ibukota Provinsi Maluku Utara berkedudukan di Kota Tidore beralamat di Sofifi cukup menarik. Saya setuju sebagai solusi untuk menghindari benturan. Kita rubah saja nomenklaturnya dan laksanakan pembangunannya,” ungkap Hendra seraya mengatakan suatu aturan tidak boleh melahirkan konflik atau benturan di tengah masyarakat. (lud/mtv)

Penulis: SawaludinEditor: Sawaludin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *