Opini  

KAJIAN YURIDIS PENGELOLAAN PAJAK RESTORAN KABUPATEN HALMAHERA TENGAH

Akademisi Hukum Universitas Khairun Ternate, Dr. Hendra Karianga,SH.,MH

Oleh: Dr. Hendra Karianga,SH.,MH
(Dosen Pasca Sarjana
Fakultas Hukum Unkhair)

 

Deasentralisasi fiskal adalah peyerahan kewenangan dari otoritas negara kepada daerah otomnom (Pusat ke Daerah) efektif berlaku 2001 ditandai dengan diundanbgkan UU No.22 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU No.32 Tahun 2004, dan diubah Kembali dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Untuk mengelola fiscal daerah secara mandiri, efektif dan berkeadilan, pemerintah kemudian mengundangkan UU No.28 Tahun 2009 yang merupakan pembaharuan dari undang-undang sebelumnya yakni UU No.18 Tahun 1997 dan UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan retribusi Daerah. Berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan tersebut, daerah otonom diberikan kewenangan untuk mengelola fiscal daerah, lebih luas mandiri dan memenuhi rasa kedailan, karena beberapa pungutan pajak yang semula menjadi kewenangan pusat berlaih mejadi kewenangan daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota, satu dari sekian banyak pungutan pajak yang diserahkan kepada daerah otonom adalah pejak restoran.
Jika di teliti setelah diundangkan UU No.28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, seluruh daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia secara atributif kemudian mengudangkan Peratutran Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tujuan adalah untuk meningkatkan kapsitas fiscal daerah sehingga daerah lebih kuat dan mandiri dalam mengelola pemerintahan tanpa full power bergantung pada dana transfer. Pengenaan besaran tarif pajak restoran 10% telah banyak membantu daerah kabupaten dan Kota menggenjot PAD secara signifikan, karena komponen pendapatan yang bersumber dari PAD langsung bisa dibelanjakan untuk kebutuhan dasar masyarakat sesuai rencana keja pemerintah daereah masing-masing.
Dari sekian banyak daerah kabupaten dan kota di Indonesia yang membut dan mengudangkan peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Tengah dengan Peraturan Daeran No.21 Tahun 2011 Tentang Pejak Daerah dan Reribusi Daerah. Kabupaten Halmahera Tengah memilik sumber daya alam pertambangan yang mumpuni, dibentuk berdasarkan UU No.6 Tahun 1990, tetang pembentukan Kabupaten Daerah Halmahera Tengah, dan sejak menjadi daerah otonom berdasarkan UU No.22 Tahun 1999, investasi pertambangan terbuka dan menjadi primadona dilirik dunia, salah satu perusahan pertambangan raksasa yang melakukan investasi pertambangan adalah PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dengan nilai investasi saat ini suda diatas 80 Triliun, mempekerjakan tenanga kerja mencapai 60.000 orang bahkan pemerintah kemudian menetapkan PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) masuk dalam obyek Vital Nasional.
Sebagai perusahan yang mengelola sumber daya alam pertambangan PT. IWIP memiliki kewajiban untuk membayar pajak dari pengelolan sumber daya alam baik pajak yang menjadi hak pusat maupun daerah Kabupaten Halmahera Tengah. Untuk mengoptimalkan pengelolaan pajak daerah sesuai UU No.28 Tahun 2009 jo Perda Kabupaten Halmahera Tengah No.12 Tahun 2011, Pemerintah Kabupetan Halmahera Tengah mengundangkan Peraturan Bupati No.47 Tahun 2021 tentang tatacara pengelolaan pajak restoran. Pebub No.47 Tahun 2021 merupakan penjabaran dari Perda No.21 tahun 2011 tentang pajak daerah apada lingkup pemerintah daerah Kabupaten Halmahare Tengah. Regulasi daerah tersebut dalam rangka memperkuat kapasitas fiscal daerah, karena 60 kariawan setiap hari makan yang di sediakan oleh PT IWIP melalui vendorny adalah merupakan bagian dari kegiatan restoran yang wajib dikenakan pajak.

PELAKSANAAN PEMBAYARAN PAJAK RESTORAN OLEH PT. IWIP.
Awal sosialaisasi pelaksaan perda No.12 tahun 2011 Jo Perbub No.47 tahun 2021, tidak ada keberatan dari PT.IWIB melalui para vendor, akan tetapi anehnya dalam perjalanan setelah masa jabatan Bupati Edy Langkara berakhir dan di gantikan oleh Pejabat, timbul problema karena terjadi renegosisasi ulang, hal tersebut mengakibatkan pendapatan Pemerintah daerah yang seharurnya setelah dihitung pada Tahun 2021 PT.IWIP harus membayar kewajiban kepada pemerintah daerah Kabupetan Halmahera Tengah diatas 200 meliard dan menjadi berkurang setiap tahun menjadi 24 meliard karena renegosiasi yang dilakukan oleh Pejabat Bupati. Anehnya juga ada yang menilai Perbub No.47 Tahun 2021 tersebut tidak bisa diberlakukan karena bertentangan dengan UU No.1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan pusat dan pemerintah daerah. Bertenagnan dalam hal apa? penilaian tersebut sangat tidak berdasar dan asbun bahkan menunjukan ketidakpahaman terhadap hukum ketidakberpihakan pada rakyat Halmahera Tengah. Pertanyaan adalah maukah kita melindungi Rakyat Halmahera Tengah ataukah melindungi perusahan pertambangan yang suatu waktu akan meninggalkan Halmahera Tengah setelah tambah habis di gali dan akihirnya dampak lingkungan sosial pasca tambang yang menganga.
Perbub No.47 Tahun 2021 adalah penjabaran dari Perda No.12 tahun 2011 secara atribusi perda No.12 Thn 2011 adalah pelaksanaan dari UU No.28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. UU No.1Tahun 2022 tentang hubungan keuangan pusat dan pemerintah daerah tidak menganulir UU No.28 tahun 2009 karena berlaku asas hukum lex specialis derogat legi generalis , kalau ada pendapat yang menyatakan UU No.1 Tahun 2022 bertentangan dengan Perbub No.47 tahun 2021 pendapat tersebut bukan pendapat akademik dan bertentangan dengan akal sehat. Perbub No.47 Tahun 2021 Jo Perda No.21 Tahun 2011 adalah merupakan dasar hukum hukum pemungutan pejak restoran, yang diundangkan berdasarkan atribusi UU No.28 Tahun 2009 sehingga secara konstitum berlaku sebagai Hukum yang mengingkat semua pihak termasuk PT.IWIP.
Renegosiasi yang dilakukan oleh pejabat bupati tanpa mengubah UU, PERDA dan PERBUB bisa bermsalah jika rakyat Halmahera Tengah melalui DPRD Kabupaten Halmahera Tengah mengajukan protes ke aparat penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan dan KPK karena, renegosisasi tersebut bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, mengurangi pendapatan daerah, menguntungkan pihak lain. Perbub No.47 tahun 2021 sebelum diundangkan telah mendapat supervisi dari KPK bidang pencegahan dan KPK menyatakan setuju artinya Perbub No.47 Tahun 2021 tidak bertetangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kalau Lembaga antirasuah saja setuju, DPRD Kabupaten Halmahera Tengah merupakan represtasi dari kedaulatan rakyat setujuh, Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati definitive juga setuju mengapa sekarang ada yang tidak setuju dan kebakaran jenggot.
Jika dioptimalkan pungutan pejak daerah, termasuk restoran pada semua daerah-daerah Kabupaten dan Kota, dipastikan akan dapat meningkatkan PAD. Logika sangat sederhana daerah yang kaya sumber daya alam seharusnya rakyat sejahtera, Kabupaten Halmahera Tengah, daerah yang kaya sumber daya alam khusus pertambangan, dieksploitasi saat ini, tambang memiliki nilai tidak terbarukan, digali dan suatu waktu akan habis berimplikasi luas bagi kelangsungan kehidupan sosial kemanusiaan. Persaoalan bagaimana pasca tambang terkait lingkungan sosial masyarakat lingkar tambang. Jika kita sadar alam diciptakan oleh Tuhan untuk kesejahteraan umat manusia maka beriktiar dari sekarang, Perbub No.47 Tahun 2021 adalah untuk menjaga kapasitas fiscal daerah, untuk kesejahteraan rakyat Halmahera Tengah. Pasal 1 angka 23 UU No.28 Tahun 2009 menegaskan catering merupapakan uasaha restoran dengan demikian Perda No.12 Tahun 2011 Jo Perbub No.47 Tahun 2021 menjadi dasar pungutan pajak restoran pada PT.IWIP harus dilaksanakan.

Jakarta 18 September 2024.

Penulis: SawaludinEditor: Sawaludin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *