Jejak !!!
Dalam labirin demokrasi yang kita sebut PILKADA, jejak kepemimpinan menjadi peta yang dapat menuntun langkah kita. Jejak ini tentunya tidak hanya sekedar mencerminkan arah, tetapi juga merupakan kisah yang telah terukir. Setiap calon yang melangkah maju, baik yang pernah berkuasa maupun yang baru mau berkuasa, membawa serta jejak pengalaman dan pelajaran dari masa lalu.
Maka di tengah hiruk-pikuk janji dan harapan itu, kita harus mengingat bahwa sebuah visi yang gemerlap haruslah disertai dengan rekam jejak yang nyata. Seperti kata orang bijak, “Kepemimpinan bukanlah tentang posisi, tetapi tentang tanggung jawab”. Kita punya ruang besar untuk menela’ah jejak-jejak yang ada, memahami dampaknya dan sekaligus dengan bijak menentukan pilihan untuk masa depan yang lebih cerah bagi Maluku Utara kedepan.
PILKADA adalah proses pemilihan yang penting untuk menentukan pemimpin di berbagai tingkatan, baik provinsi, kota, maupun kabupaten. Di Maluku Utara, pemilihan kepala daerah diwarnai oleh dinamika yang cukup kompleks. Karena terdapat pejabat bupati ataupun walikota yang mencalonkan diri kembali, serta calon yang sebelumnya menjabat sebagai bupati kini maju untuk menempati posisi gubernur. Hal ini tentunya semakin menambah lapisan tantangan bagi pemilih, karena mereka tidak hanya sekedar memilih. Tapi juga perlu mengevaluasi rekam jejak para calon tersebut.
Dalam memilih pemimpin, masyarakat tentunya tidak hanya perlu mempertimbangkan visi dan janji-janji yang diutarakan calon, tetapi juga menilai “jejak kepemimpinan” mereka yang telah berlalu. Rekam jejak ini penting, mencakup kinerja selama masa jabatan sebelumnya, dampak kebijakan yang diambil, serta respons masyarakat terhadap kepemimpinan mereka. Hal ini sangat penting, karena dari pengalaman sebelumnya dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kemampuan calon untuk memimpin di tingkat yang lebih tinggi.
Dengan demikian, pemilih di Maluku Utara haruslah cerdas dan kritis dalam membuat pilihan. Mereka perlu menggali informasi tentang calon, mengevaluasi hasil yang telah dicapai selama ini, serta mempertimbangkan apakah calon tersebut benar-benar mampu mewujudkan janji-janji mereka. Di tengah banyaknya calon yang mengajukan diri, penting kiranya bagi masyarakat untuk tidak lagi hanya terfokus pada popularitas, tetapi juga pada substansi dan integritas calon pemimpin yang akan dipilih.
Jejak kepemimpinan seorang calon bisa menjadi indikator yang kuat tentang potensi mereka di masa depan. Calon yang sebelumnya menjabat sebagai bupati, misalnya, perlu dievaluasi berdasarkan kinerja mereka selama masa jabatan tersebut. Apakah mereka berhasil memenuhi program-program yang dijanjikan? Bagaimana dampak dari kebijakan yang mereka terapkan terhadap masyarakat? Dalam sebuah studi oleh Fukuyama (2013) menunjukkan bahwa kepemimpinan yang efektif sangat bergantung pada kemampuan untuk menerapkan kebijakan yang berdampak positif dan berkelanjutan.
Pemilih seharusnya memperhatikan aspek-aspek konkret dari kinerja pemimpin sebelumnya. Jika seorang calon meninggalkan satu jejak yang kurang baik, seperti meningkatnya angka kemiskinan, penurunan kualitas layanan publik, atau ketidakpuasan masyarakat bahkan sering terjadi kegaduhan sosial ditengah masyarakat, maka pemilih perlu mempertanyakan kredibilitas dan kemampuan calon tersebut untuk memimpin pada level yang lebih tinggi.
Kualitas seorang pemimpin juga dapat dilihat dari “konsistensi’ dalam kebijakan dan nilai-nilai yang dijunjungnya. Seorang pemimpin yang baik haruslah mampu mempertahankan prinsip dan nilai yang selaras dengan aspirasi masyarakat. Ketidakpastian dan seringkali adanya perubahan mendadak dalam sikap atau kebijakannya bisa menjadi pertanda kurangnya komitmen terhadap visi yang jelas. Dalam konteks ini, Hannah Arendt (1963) menekankan bahwa pemimpin yang berhasil adalah mereka yang dapat berpegang teguh pada prinsip sambil tetap fleksibel dalam menghadapi adanya perubahan.
Masyarakat juga kiranya perlu aktif dalam proses penilaian ini. Maka diskusi publik, forum terbuka dan debat antar calon merupakan cara yang efektif untuk menggali lebih dalam tentang jejak kepemimpinan. Ketika masyarakat memiliki akses ke informasi yang akurat dan dapat dipercaya, maka tentunya mereka dapat lebih mudah membuat keputusan yang tepat berdasarkan pada bukti dan analisis, bukan hanya sekadar emosi atau propaganda semata.
Disinilah Pendidikan politik memainkan peran krusial dalam membangun kesadaran pada pemilih yang cerdas. Melalui program-program yang mengedukasi masyarakat tentang cara menilai calon pemimpin, termasuk cara membaca dan memahami rekam jejak mereka, kita tentu dapat menciptakan pemilih yang lebih kritis. Masyarakat haruslah diberdayakan untuk senantiasa bertanya: Apakah calon ini memiliki rekam jejak yang mendukung klaim dan janji-janji mereka?
Pemilih juga tetap senatiasa harus waspada terhadap janji-janji yang tidak realistis dari calon yang memiliki rekam jejak kurang baik. Taktik populis sering kali digunakan untuk menarik perhatian pemilih, namun tanpa dasar yang kuat, maka janji-janji tersebut hanya akan mengarah pada kekecewaan. Penilaian terhadap kemampuan calon untuk mewujudkan janji-janji tersebut harus berdasarkan pada rekam jejak dan kinerja mereka sebelumnya.
Dalam menghadapi Pilkada, penting bagi masyarakat untuk tidak hanya menilai calon berdasarkan popularitas atau dukungan dari berbagai pihak, tetapi juga mendalami jejak kepemimpinan mereka. Dengan mempertimbangkan kualitas kepemimpinan yang telah teruji dan melakukan evaluasi kinerja mereka sebelumnya, pemilih dapat membuat keputusan yang lebih informasi dan berorientasi pada masa depan.
S’Rier