Oleh: Mukhtar A. Adam.
Masyarakat Makian Kayoa, yang menempati 11 Pulau yang di huni dari 18 gugus pulau dalam wilayahnya, memiliki kegelisahan atas ketimpangan pembangunan antar pulau, pelayanan Masyarakat pulau, Pendidikan, Kesehatan, infrastruktur dan berbagai problem kepulauan seolah tak tersentuh oleh negara yang menempatkan posisinya sebagai pengagas negara kepulauan, menjadi kegelisahaan kolektif dalam satu fase pembangunan RPJPD di era desentralisasi.
Kegelisaah pada model bangun bangsa kepulauan yang dominasi continental memantik kesadaran baru untuk membangun negeri gugus pulau dalam satu kesatuan yang utuh melalui peran desentralisasi yang dapat menjadi model bangun gugus pulau miniature negara kepulauan melalui Daerah Otonomi Baru.
Perjuangan Makayoa Kepulauan sebagai daerah otonom, bukan karena latah pada eforia otonomi, bukan pula membangun Kerajaan kecil di daerah, bukan untuk menguras fiskal, tapi punya satu tekad wujudkan Indonesia sebagai Negara Kepulauan.
Makayoa Kepulauan adalah antitesa dari gugatan model bangun continental di negara kepulauan, disebut Indonesia karena gugus pulau yang membentuk konfigurasi pulau-pulau oleh para pendahulu menyebut dengan Nusantara yang terbentang dari Benua Asia ke Benua Australia, menjadi satu kesatuan yang disebut NKRI.
Ketika Kapal Belanda, Jepang, Amerika, Eropa dan berbagai negara melintasi perairan Indonesia sebagai perairan Internasional di laut Jawa, Laut Arafura, negara seolah tak punya kedaulatan utuh atas NKRI, memantik rasa keadilan Menteri Chairul Saleh, yang ingin mengingatkan kepada anak bangsa ukuran garis pangkal 3 Mil dari setiap pulau adalah cara bangsa lain memporak porandakan NKRI, karena ada Sebagian laut nasional yang menjadi laut internasional.
Mochtar Kusumaatmaja kala itu sebagai staf Biro Devisa Perdagangan (BDP), yang dikenal memiliki kemampuan akademik hukum internasional mendapat sindiran keras ““Bangsa ini tidak akan Merdeka, jika anak muda masih berpikir normative, mengikuti hukum internasional, dibutuhkan pemikiran revolusiner membentuk rumusan baru pengakuan internasional atas batas laut demi keutuhan NKRI” ujar Menteri Chairul Saleh, sindiran patriotisme gagasan memaksa Mochtar Kusumaatmaja, merumuskan Garis Pangkal 12 Mil sebagai dasar rumusan Deklarasi Djuanda, yang digugat dunia internasional.
Kegigihan mewujudkan Tanah Air sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan dari gugus pulau yang saling menyatuh, adalah cara mengugat dunia eropa dan amerika yang terbiasa menempatkan laut sebagai pemisah, tapi tidak bagi bangsa Indonesia yang memandang Tanah Air adalah penyatuan pulau dan laut sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam perdebatan 25 Tahun lamanya, sejak Panitia Rancangan Undang-undang Laut Terirorial dan Lingkungan Maritim bentukan PM Ali Sastroamidjojo tahun 1956, cikal bakal Deklarasi Djuanda, akhirnya disepakati dalam Sidang PBB di Montego Bay, Jamaika pada 10 Desember 1982 oleh 159 negara yang dikenal dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS, 82) sebagai titik awal Negara Kepulauan (Archipelago State).
Makayoa Kepulauan adalah manefestasi dari perwujudan negara kepulauan sebagai bentuk kejuangan pengakuan wilayah Tanah Air yang tak bisa dipisahkan laut dan pulau, menjadi satu kesatuan utuh dalam pangkuan ibu pertiwi.
Kejuangan atas konsep tanah air, telah memaksa para pendahulu Moloku Kie Raha, untuk memperjuangkan Irian Barat sebagai bagian dari tanah air dalam satu kesatuan wilayah Basudara Nusantara, melalui perjuangan DAna COpra Membebaskan Irian Barat (DACOMIB) saat bangsa kekurangan fiskal, Presiden Sukarno melakukan ekspansi fiskal membangun Lapangan Senayan, Monas, dan berbagai infrastruktur raksasa yang menguras Fiskal Negara, Masyarakat Maluku Utara menjadi penyumbang fiskal terbesar dalam membebaskan Basudara Irian Barat untuk menyatukan Tanah Air Nusantara, yang oleh Presiden Sukarno menempatkan Soa-Sio sebagai Ibukota Provinsi Irian Barat dan mengangkat Sultan Zainal Abidin, 1956 sebagai Gubernur Irian Barat pertama.
Makayoa Kepulauan adalah cara Masyarakat Moloku Kie Raha mewujudkan Tanah Air dari potret Kie Ma Fato-Fato, sebagai sumber kehidupan yang saling berinteraksi mencapai nilai kemanusiaan sebagai Amanah Ilahiah atas alam semesta yang memandang Laut dan Darat adalah satu kesatuan yang utuh dalam wilayah kuasa NKRI.
Makayoa Kepulauan sebagai bentuk juang gagasan anak-anak pulau bagi ibu pertiwi, yang memahami secara utuh bahwa anak bangsa yang hidup di wilayah continental kurang cukup paham makna gugus pulau dari konsep Kepulauan, maka Makayoa Kepulauan hadir bukan kelatahan dari DOB tapi sebuah perjuangan jalan baru bagi bangsa mewujudkan cita-cita Nusantara yang dikenal dengan Negara Kepulauan yang mengandung makna Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Makayoa Kepulauan menawarkan gagasan model bangun gugus pulau yang dirangkum secara singkat sebagai berikut :
1. Ibukota Makayoa Kepulauan di Makayoa Kepulauan, Kantor Bupati diatas laut mengintari pulau-pulau layanan, baik pulau yang dihuni atau pulau tidak dihuni sebagai aktivitas pemerintahan yang menyatukan Tanah Air, bagi warga yang dilayani.
2. Pemerintahan Daerah Kepulauan, memiliki 3 (tiga) Eselon II berbetuk Badan Koordinator sekaligus menjadi penanggungjawab gugus pulau, yaitu Badan Ekonomi Gugus Pulau, Badan Sosial dan Budaya Gugus Pulau, Badan Tata Kelola Pemerintahan Kepulauan, ditambah Sekretarat Daerah, Sekretariat DPRD, dan Badan Pengendalian, sehingga terdapat 6 OPD penyelenggara Pemerintahan Daerah Kepulauan.
3. Pendidikan Gugus Pulau, bagi pulau-pulau yang dihuni satu desa satu pulau yang tak memenuhi syarat pembangunan sekolah dibangun sekolah Terapung yang proses pembelajaran diatas kapal, mengintari pulau-pulau kecil berpenghuni dalam mewujudkan hak dasar Pendidikan bagi warganya.
4. Kesehatan Gugus Pulau, melalui pembangunan Rumah Sakit Terapung yang melayani Masyarakat pulau-pulau
5. Sistem Transportasi gugus pulau, mendorong riset pemanfaatan moda transportasi yang dapat berfungsi laut dan darat sebagai wujud dari Konsep Tanah Air untuk mobilitas barang dan jasa antar pulau.
6. Ekonomi Gugus Pulau, aktivitas ekonomi Masyarakat yang menempatkan laut dan darat sebagai satu kesatuan aktivitas investasi, perdagangan, jasa dan industry yang saling terintegrasi.
7. Pariwisata, Budaya dan Ekonomi Kretaif sebagai sumber utama kegiatan ekonomi dan pencipta nilai tambah yang multiplayer efek bagi pemerintah daerah dan Masyarakat.
8. Fiskal Daerah Kepulauan, pengelolaan fiskal berbasis pulau yang diperankan oleh desa dan badan pengelola pulau untuk membentuk kekhususan setiap pulau dalam satu wilayah daerah kepulauan.
Delapan point penting bagian dari Asta Cita Presiden Prabowo, yang memiliki Visi Patriotisme bagi keberlangsungan NKRI dalam konsep Tanah Air Nusantara menjadi inspirasi gagasan Makayoa Kepulauan sebagai jalan baru bagi daerah otonom gugus pulau.
Sebutan Gugus pulau dan Kepulauan memiliki makna dan konotasi yang bisa jadi berbeda, sebutan kepulauan kecenderungan konteksnya pada Archipelago State (Negara Kepulauan), dalam kontek daerah memiliki pemaknaan pada Gugus Pulau, sehingga hemat penulis pemberian nama Gugus Pulau sebagai rumusan wilayah yang menempatkan pulau dan laut sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam wilayah otonomi, maka hemat penulis Kabupaten Gugus Pulau Makayoa, akan tepat pada wilayah otonomi Kawasan pulau-pulau yang dihuni dan tidak dihuni.
Moga gagasan kecil ini, bagian dari seruan Menteri Chairul Saleh, kita tak mesti normative dalam memikirkan perubahan, maka belajarlah para pendahulu yang gigih selalu cara berpikir “Out of the box” bagi NKRI yang Nusantara. (****)
*Dari Laut Gugus Pulau Makayoa, Gorup Makian Tanah Dodomi

















