HALSEL, maluttv.com – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di SD Negeri 250 Kabupaten Halmahera Selatan menuai sorotan dari akademisi. Muhammad Kasim Faisal, akademisi dari STAIA Alkhairat Labuha, menyampaikan keprihatinannya terkait keluhan sejumlah orang tua siswa mengenai berbagai pungutan yang dibebankan oleh pihak sekolah.
Dalam press release yang diterima maluttv.com pada Minggu (9/03/2025), Kasim menegaskan bahwa, adanya pungutan sebesar Rp. 300.000 yang diklaim sebagai “partisipasi ujian” dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 Pasal 12 Ayat 1.
Selain itu, pungutan lain sebesar Rp. 50.000 untuk foto ujian serta potongan dana dari Beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP) semakin menambah beban orang tua siswa.
Keluhan itu semakin menguat karena bertepatan dengan momen menjelang bulan puasa dan Lebaran, di mana kondisi ekonomi masyarakat sedang sulit.
“Pungutan liar seperti ini hanya akan memperburuk ketimpangan sosial dan memberatkan orang tua siswa,” ujar Kasim. Ia mendesak agar Bupati Halmahera Selatan dan Dinas Pendidikan segera menindaklanjuti permasalahan ini.
Sekolah Bantah Tudingan
Menanggapi isu tersebut, Kepala Sekolah SD Negeri 250 Halsel, Bonda Siraju, membantah bahwa pungutan tersebut adalah kebijakan sekolah. Menurutnya, uang Rp. 300.000 bukan untuk ujian, melainkan hasil kesepakatan dalam rapat komite orang tua murid untuk pengecoran lantai sekolah sebagai kenang-kenangan.
“Tiga ratus ribu itu bukan kebijakan sekolah, melainkan keputusan bersama dalam rapat komite. Tidak ada hubungannya dengan partisipasi ujian,” tegas Bonda.
Sementara itu, Ketua Komite Sekolah, Wusta SY. Soleman, menguatkan pernyataan Bonda bahwa pungutan tersebut adalah hasil musyawarah orang tua siswa, bukan kebijakan dari pihak sekolah.
Terkait pungutan Rp. 50.000 untuk foto siswa, Bonda menjelaskan bahwa, biaya tersebut langsung diserahkan kepada penyedia jasa foto dan tidak masuk ke dalam kas sekolah.
Mengenai dana PIP, Bonda mengklaim bahwa potongan Rp. 25.000 dari siswa adalah bentuk “keikhlasan” mereka dan bukan pungutan yang diwajibkan. “Total penerima PIP ada 38 siswa. Mereka memberikan Rp. 25.000 secara sukarela saat menerima bantuan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia juga menanggapi adanya siswa dari keluarga mampu yang menerima PIP. Menurutnya, penentuan penerima bantuan adalah wewenang Dinas Pendidikan, bukan pihak sekolah.
Hingga berita ini diturunkan, masyarakat masih menunggu respons dari pemerintah daerah dan DPRD Halsel untuk menindaklanjuti dugaan pungli di sekolah tersebut. (Amat)

















