Oleh : Elang Halmahera
Kebijakan Presiden Prabowo Subianto harus diapresiasi sebagai upaya nyata untuk menyelamatkan kekayaan sumber daya alam milik negara. Kekayaan negara memang harus diselamatkan demi kemaslahatan rakyat dan bangsa Indonesia, sesuai konstitusi pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) sebagai upaya ideal dan sangat tepat untuk penertiban usaha pendapatan negara dan daerah. Sebab jika tidak ditertibkan maka sama halnya negara melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hukum. Meskipun demikian penulis berpandangan bahwa setiap keputusan Pemerintah pusat harus disertai dengan pengawalan secara menyeluruh, termasuk memperhatikan implikasi kebijakan tersebut yang berdampak secara sistemik terhadap perekonomian daerah.
Sebuah kondisi nyata yang mengemuka saat ini setelah gerakan Penertiban Kawasan Hutan dan Ilegal Mining ternyata tidak hanya memantapkan ketertiban pengamanan kekayaan alam negara, namun pada pihak lain juga berdampak luas terhadap dinamika sosial ekonomi darrah. Bahwa ribuan karyawan harus dirumahkan, pendapatan masyarkat juga menurun drastis, pasar lokal menjadi sepi, arus transportasi menjadi lansam dan sepi serta sejumlah masalah lain yang mengemuka seperti kebutuhan keluarga yang tiba-tiba harus terhenti, termasuk kebutuhan pendidikan anak dan kesehatan warga didaerah.
Dalam konteks itu maka perlu adanya kebijakan yang mencerminkan suasana kebatinan masyarakat lokal, terhadap dilema sosial yang muncul baik soal lapangan kerja yang tetkunci sementara waktu, maupun kerinduan akan ruang kehidupan yang layak sebagaimana mestinya.
Kebijakan yang bijaksana
Apa itu Kebijakan yang Bijaksana ? Penulis tidak lagi panjang lebar mengurai makna morfologis dari kedua konsep diatas.
Secara sederhana memang Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar serta dasar rencana sebuah kepentingan dan pekerjaan dengan prinsip dan cita-cita guna mencapai tujuan bersama yang tentu maslahat dan mulia untuk kepentingan umum. Selanjutnya Bijaksana adalah terkanduk makna bijak, yang selalu mengdepankan akal budi, arif atau tajam dalam pikiran, pandai dan cermat serta teliti memandang segala aspek yang berpengaruh terhadap kebijakan, sehingga tidak menimbulkan masalah baru dan menodai kebijakan yang dianggap penting itu.
Sejak semula semua pihak bersuka cita atas upaya pemerintah pusat untuk melakukan penertiban sejumlah permasalahan hutan dan pertambangan. Harapan itu tentu beralasan kuat karena ditengarai banyak terjadi kelalaian sejumlah pihak terkait, baik pemilik IUP maupun instansi pelaksana regulasi.
Kebijakan pemerintah harus memperkuat ekonomi masyarakat dengan berbagai strategi, seperti mendukung aktivitas ekonomi, penguatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pelatihan, membangun infrastruktur dan perlindungan sosial. Jika dimensi tersebut diabaikan maka akan terjadi distorsi sosial dan ekonomi yang pada ahirnya kemiskinan masyaraakat semakin meningkat.
Pada perspektif lain kebijakan pemerintah tentang Satgas Penertiban Hutan juga diharapkan memberi informasi secara komprehensif terhadap iplikasi kebijakan itu yang tidak hanya berdampak positif terhadap pengendalian kekayaan negara, namun pada sisi lain berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat lokal. Jika problem sosial semacam ini dibiarkan berlarut maka implikasinya adalah pelambatan pertumbuhan ekonomi, penurunan penjualan dan penurunan usaha, pengangguran meningkat, kesulitan akses pendanaan bagi UMKM, serta menurunnya angka pendapatan masyarakat, menurunnya kesejahteraan masyarakat, yang dapat mengarah pada deflasi dan stabilitas ekonomi lokal dan nasional.
Dilema ekonomi lokal
Saat ini masyarakt lokal kita terkena dampak atas kebijakan Penertiban Kawasan Hutan, karena pada saat yang sama sejumlah tambang nickel harus dihentikan sementara. Entah berapa lama penghentian tambang yang bersifat sementara tersebut. Yang pasti dampak dari kebijakan tersebut ribuan karyawan harus dirumahkan, inflasi tumbuh menggila, daya beli masyarakat menurut drastis, pendidikan anak-anak mahasiswa diperantaun menjadi terganggu, mobilitas masyarakat menurun, ekonomi lokal menjadi stagnan, padahal kita adalah daerah yang pertumbuhan ekonomi tertinggi nasional bahkan mendunia. Anomali ini harus segera diatasi, sebab jika tidak maka akan berimplikasi meluas pada masalah sosial yang lain. Masyarakat lokal harus mendapatkan sumber pendapatan yang memadai, mereka pemilik masa depan dan pemilik negeri.
Pada perspektif tersebut diatas kami berpandangan, bahwa semua pihak harus melihat ini sebagai kenyataan sosial yang harus segera dibenahi. Pihak pemilik IUP dan pemerintah harus segera duduk bersama memecahkan masalah tersebut, dan tidak berlarut yang pada ahirnya masyarkat yang menjadi korban. Jeritan anak para pekerja yang dirumahkan janganlah dinggap biasa, mereka harus sufive dalam lingkungan hidupnya. Sekolahnya harus berlanjut dan tidak terhenti akibat dari kebijakan perusahaan yang merumahkan pihak karyawan.
Kebijakan yang bijaksana saat ini dipandang mendesak untuk dilakukan guna menyelamatkan kondisi yang sedang menggelinding. Pihak pemerintah dituntut untuk menerapkan solusi kebijakan yang bijak sehingga tidak hanya aspek hukum saja yang dikedepankan dan janganlah menyampingkan aspek lainnya.
Kita semua tentu mendukung bahwa penyelesaian hukum adalah penting, namun pada sisi lain pihak pemerintah juga perlu adanya solusi yang seimbang dengan penuh bijak, sehingga semua pihak yang terkait dapat mereduksi jalan tengah yang paripurna. Bahwa pihak ketiga bisa beroperasi, namun harus memperhatikan kewajiban hukum yang merupakan prasyarat mutlak eksploitasi sebuah kawasan pertambangan.
Menyadari adanya perspektif hukum, serta kemelut usaha pertambangan yang dianggap bermasalah setelah adanya temuan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (SPKH), tentu sebuah anomali kebijakan. Publik sudah memiliki daya nalar kritis bahwa masalah tersebut sungguh mustahil jika pemerintah pusat tidak mengetahuinya. Berdasarkan perspektif itulah maka perlu adanya Kebijakan yang bijaksana, bahwa masyarakat pemilik negeri, pemilik masa depan tidak tersiksa secara ekonomi.(***)
Di semenanjung Tanjung Ngolopopo ;
Penulis Pemerhati Sosial Politik Daerah

















