maluttv.com- Di tengah gegap gempita perayaan kemerdekaan, ada yang salah. Sangat salah. Bendera merah putih masih berkibar, tapi di bawahnya, nilai-nilai luhur bangsa justru diinjak-injak. Acara yang seharusnya menjadi momen refleksi perjuangan para pahlawan, kini berubah jadi panggung vulgaritas—tempat waria berlenggak-lenggok seolah itu tontonan yang patut diapresiasi.
Lihatlah panggung-panggung hiburan di acara resmi pemerintah. Yang seharusnya diisi dengan penampilan bernuansa kebangsaan, malah disesaki oleh lelaki berbusana wanita, berdandan menor, dan bersuara serak memaksakan diri jadi pusat perhatian. Penonton tertawa, kamera-kamera mengabadikan, seolah ini adalah hal yang normal. Padahal, ini bukan hiburan. Ini pelecehan terhadap makna kemerdekaan yang sesungguhnya.
_Normalisasi Penyimpangan di Baju Kemerdekaan_
Yang paling memuakkan adalah bagaimana semua ini dibungkus atas nama “toleransi” dan “kebebasan berekspresi”. Toleransi? Jangan salah! Toleransi bukan berarti membiarkan yang salah dianggap benar. Kebebasan berekspresi? Bukan berarti segala bentuk penyimpangan boleh dipamerkan di depan anak-anak.
Lihatlah anak-anak yang duduk di barisan depan. Mata mereka merekam setiap gerakan, setiap gaya, setiap canda yang seharusnya tidak mereka lihat. Mereka tumbuh dengan pemahaman bahwa menjadi waria adalah hal yang keren, bahwa mengubah kodrat adalah sesuatu yang boleh dirayakan. Inikah warisan yang ingin kita tinggalkan untuk generasi penerus?
_Pemerintah Diam, Masyarakat Teracuni_
Di mana peran pemerintah? Bukannya menjaga nilai-nilai ketimuran dan moral bangsa, mereka justru membiarkan—bahkan mendukung—acara-acara seperti ini. Spanduk bertuliskan “Pesta Demokrasi Rakyat” dijadikan latar belakang panggung waria. Ironis! Demokrasi bukan berarti semua hal boleh, apalagi sampai merusak tatanan sosial.
Jika dibiarkan, 17 Agustus tak lagi tentang mengenang jasa pahlawan, tapi tentang pesta pora kebebasan tanpa batas. Yang merdeka bukanlah bangsa ini dari penjajahan, tapi hawa nafsu dan penyimpangan yang dibiarkan merajalela.
_Sudah Saatnya Kita Berani Bilang: CUKUP!_
Kita tidak anti terhadap mereka yang berbeda. Tapi kita juga tidak boleh diam ketika nilai-nilai yang bertentangan dengan norma bangsa dipaksakan masuk ke ruang publik. Jangan sampai kemerdekaan yang diperjuangkan dengan darah dan air mata para pahlawan, ternodai oleh agenda-agenda yang merusak moral generasi muda.
Jika hari ini kita diam, besok anak-anak kita akan tumbuh dengan pemahaman yang salah. Jika hari ini kita tidak berani menolak, besok kita akan menyesal melihat bangsa ini kehilangan jati dirinya.
17 Agustus harus kembali pada maknanya yang suci, bukan jadi ajang pamer penyimpangan !. (Iin)

















