Catatan: Mukhtar A. Adam
Andaikan Sejarah bisa diputar Kembali, sebagai refleksi peran setiap etape generasi, yang bermukim di Kie Ma Fato-fato (pulau yang tersusun) atau sebutan lain dari gugus pulau, akan jelas terlihat kecerdasan mengelola pasar dengan strategi marketing yang dashyat mempengaruhi pasar global, dari komoditi rakyat Kie Raha.
Cengkeh komoditi hasil budidaya rakyat Gugus Pulau (Kie Raha), tidak akan memiliki nilai ekonomi bernilai tinggi, jika tidak dikenali pasar untuk memaksa konsumen melakukan transaksi (pertukaran) memenuhi kebutuhan konsumsinya.
Para Kolano masa lalu, memahami benar konsep ekonomi inklusif berbasis komoditi rakyat, yang menciptakan pasar bagi setiap usaha rakyat menghasilkan komoditi dijaminkan oleh pemimpinnya dalam aspek pemasaran, agar setiap usaha rakyat dapat memiliki nilai ekonomi bagi kesejahteraan rakyat, walau harus memainkan peran pasar global dengan berbagai tantangan mencipta peluang memanfaatkan keunggulan produknya.
Pemimpin masa lalu tidak memiliki deretan Gelar, Pangkat, dan Jabatan, sebagai kekuatan jaringan membentuk pasar, tapi dengan kepercayaan menciptakan perubahan, mampu menerebos berbagai sekat untuk memperkenalkan produk rakyat ke pasar global.
Rakyat Gugus Pulau (Kie Ma Fato-fato), yang menanam cengkih, menghasilkan bunga cengkih dan buah cengkih yang berlimpah di Pulau Ternate, Pulau Tidore, Pulau Moti dan Pulau Makian, yang berlimpah tak memiliki nilai ekonomis, menjadi gelisah para Kolano memasarkan produk rakyat ke pasar yang efisien agar nilai tambah dari usaha rakyat akan terbentuk dalam entitas ekonomi, selalu menjadi pertanyaan besar yang dicarikan solusi melalui skema pemasaran, promosi, dan distribusi yang memberi nilai tambah atas komoditi rakyat yang pasti inklusif.
Keyakinan pada pasar sebagai media pertukaran aset (transaksi) untuk menciptakan nilai tambah komoditi cengkeh rakyat Kie Ma Fato-fato, telah dimulai sejak 2000 tahun sebelum masehi, yang ingin menempatkan pasar Timur Tenggah, sebagai pasar potensial bagi komoditi cengkih, namun jarak dan tantangan membutuhkan peta jalan (Roadmap) pasar yang disusun secara rapi dan bertahap.
Peradaban Mesopotamia, 1700 Sebelum Masehi (SM), dalam catatan Arkeologis, cengkih yang terbakar di situs Mesopotamia, menjadi bukti komoditi cengkih dari tanah Kie Ma Fato-fato telah di pasarkan di Timur Tengah bersama para pedagang Arab, komoditi cengkih melalui strategi Promosi ke bangsa India sekitar abad ke 2 sebelum masehi, utamanya di wilayah Kerala, atau sebutan lain Grambu, Karatambu, Laung atau Lavanga, melalui promosi Kesehatan kepada warga India telah menjadikan cengkih sebagai ramuan pengobatan tradisional dan tradisi upacara keagamaan. Hasil negosiasi dagangan bersama India, telah menempatkan India sebagai Eksportir cengkih terbesar di dunia pada abad ke 5 yang menguasai pasar Timur Tenggah.
Bukan Ngongare Kie Raha, kalau tak tergoda pasar Tiongkok (Cina), dengan populasi penduduk tertinggi, pada zaman Dinasti Han (206 SM – 220 M) negosiator pasar Kie Ma Fato-Fato telah membuat Ence Tiongkok tergoda khasiat cengkih, tidak sekadar menjadi obat tradisional, tapi syarat berjumpa sang raja, wajib mengunyah buah atau bunga cengkih sebagai pengharum, adalah bagian dari strategi pasar yang telah menempatkan komoditi cengkih memiliki tempat di lingkar istana kekuasaan.
Kehebatan para Canga yang gagah perkasa melintasi negara membelah benua, menempatkan kekuasaan sebagai alur distribusi pasar komoditi cengkih, telah menggoyang ketahanan Kota Konstantinopel (Istambul Turki) yang didirikan Kaisar Romawi Konstantinus I, tahun 330 M, menjadi kota kekaisaran Romawi Timur (Bizantium), sebagai pusat perdagangan Timur Tengah dan Eropa, menggugat rasa keadilan atas monopoli perdagangan cengkih, memaksa Sultan Muhammad Al Fatih, menggalang tentara Utsmani meruntuhkan dominasi Bizantium Romawi Timur, sekaligus menutup akses pasar Eropa ke Timur Tengah, menjadi titik awal bangsa eropa mencari sumber cengkih.
Intelejen Romawi, memberi informasi bangsa Arab bukanlah penghasil cengkih, tetapi India sebagai negara eksportir cengkih ke Istambul Turki, para penjelajah cengkih mendarat di Goa India, Tahun 1509 tak menemukan pohon cengkih, melanjutkan perjalanan ke Malaka, tahun 1511, informasi intelejen menyebut Kawasan Jazirah Al Mulk (kepulauan para raja) adalah sumber penghasil cengkih, kapal para penjelajah pun mendarat di Ternate tahun 1512 sekaligus menjadi awal Penjajahan bangsa yang dimulai dari cengkih.
Perdagangan dan etos kekuasaan ekonomi sesungguhnya telah melahirkan model penjajahan dengan berbagai cara, namun diantara dinamika penjajahan kita perlu terus mencari sumber inspirasi dari cara berpikir “out of the box” seperti para moyang Kie Ma Fato-fato, yang menjadi inspirasi perubahan global kesemestaan. (***)

















