Membaca Peluang Pansus Hak Angket DPRD Terhadap Kepemimpinan Sherly Tjoanda.

Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda.

Catatan : Sawaludin Damopolii (Wartawan Politik maluttv)

Beberapa hari terakhir ini, publik Maluku Utara diramaikan dengan wacana hak angket DPRD Provinsi Maluku Utara atas kebijakan Gubernur Sherly Tjoanda yang dinilai kontroversi dan di luar ekspektasi masyarakat, seperti pengangkatan SA, mantan narapidana sebagai pejabat di salah satu lembaga non struktural Pemprov Malut, Sherly jarang beraktivitas di Sofifi dan sering menggelar pertemuan di hotel pribadinya di tengah efisiensi anggaran serta pembayaran DBH daerah tebang pilih dan terkesan diskriminatif.

Program 100 hari kerja masih berlangsung. Namun di tengah perjalanan tugasnya sebagai orang nomor satu di negeri Marimoi Ngone Futuru, Sherly mulai digoyang.

Isu hak angket DPRD yang diinisiasi Partai Hanura Maluku Utara menggelinding bak bola salju. Anggota pengusulnya kian bertambah. Setelah PDIP yang memiliki 5 kursi di parlemen menyatakan siap berafiliasi dan masuk pada kubu pro hak angket, kini dukungan yang sama juga datang dari Partai Keadilan Sejahtera. Di parlemen, PKS memiliki 5 kursi.

Sejak dilantik dan menjadi Gubernur Maluku Utara, 20 Februari lalu hubungan Sherly dan DPRD nampak tidak harmonis. Komunikasi dan interaksi antara eksekutif dan legislatif tidak chemistry.

Lewat Partai Hanura, usul Pansus hak angket DPRD atas kebijakan Sherly-Sarbin pun mulai diwacanakan. Jika sebelumnya, baru Hanura yang menggaungkannya, kini dukungan serupa datang dari PDIP dan PKS.

Apakah isu hak angket ini hanya sebatas dagelan politik? Ataukah dijadikan ruang bergaining atau negosiasi kepentingan demi sebuah eksistensi? Pasalnya, untuk memuluskan usulan pansus hak angket, pihak pro harus bekerja keras meraih dukungan parlemen.

Berdasarkan mekanisme dan persyaratan konstitusi, hak angket bisa di bawah ke rapat paripurna DPRD jika diusul minimal 15 orang anggota. Namun hak angket dianggap sah jika mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri minimal 3/4 dari jumlah anggota DPRD, yaitu 34 orang (3/4 dari 45 orang adalah 33,75, dibulatkan ke atas menjadi 34 orang.

Seberapa besar peluang gol-nya usulan pansus hak angket yang digagas Basri CS untuk menyelidiki kebijakan kontroversial istri mendiang Benny Laos? Berikut asumsi tentang peluang hak angket berdasarkan jumlah kursi partai koalisi Sherly-Sarbin di parlemen.

Dalam tahap usulan, hak angket berpotensi bakal digiring ke rapat paripurna setelah melihat jumlah anggota DPRD di tiga partai penggagas, yaitu Hanura, PDIP dan PKS, masing-masing memiliki 5 kursi. Jika jumlah kursi ketiga partai itu digabungkan, maka anggota dewan berjumlah 15 orang itu sudah memenuhi syarat.

Lolos tidaknya pansus hak angket terletak pada rapat paripurna. Niat penyelidikan Deprov terhadap kebijakan Sherly bisa gol dan dinyatakan sah jika disetujui oleh 3/4 atau 34 orang dari 45 anggota Deprov yang menghadiri tapat paripurna.

Berdasarkan estimasi, Pansus hak angket memiliki berpeluang, namun tipis. Hal ini dilihat dengan jumlah kursi partai oposisi di parlemen yang berjumlah 30 orang, yang terdiri dari Hanura 5 kursi, PDIP 5 kursi, PKS 5 kursi, Gerindra 4 kursi, Golkar 8 kursi, Garuda, PBB dan Perindo masing-masing 1 kursi.

Sedangkan jumlah kursi partai pendukung Sherly-Sarbin yaitu berjumlah 15 kursi, yang terdiri dari Partai Nasdem 5 kursi, PKB 4 kursi, Demokrat dan PAN masing-masing 3 kursi.

Jika pihak oposisi solid menjaga suaranya di sidang paripurna, maka itikat membentuk pansus hak angket bisa terlaksana. Namun, jika tidak kompak maka niat mendapatkan legitimasi konstitusi berakhir gagal. Berbeda dengan partai pendukung pendukung Sherly-Sarbin, merela pasti solid dan membela habis-habisan demi menjaga citra dan kepercayaan publik atas eksistensi politik Sherly-Sarbin dalam pemerintahan.

Wacana pansus hak angket menjadi isu panas dan memicu beragam perspektif publik. Pro-kontra di lingkup masyarakat pun tidak terelakkan menyikapi dinamika politik di puncak Gosale, Sofifi. Baik Sherly dan DPRD memiliki niat yang sama untuk kemajuan Maluku Utara. Semoga hak angket ini menjadi jembatan harmonis dan ruang interaksi antara Pemprov dan Deprov, bukan pentas pamer ego dan dendam politik.

Hak angket diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2014 adalah hak istimewa anggota DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan pemerintah daerah yang penting, strategis dan berdampak luas kepada masyarakat, yang diduga bertentangan dengan perundang-undangan.

Hak angket adalah hak konstitusi, selain hak interpelasi dan hak berpendapat yang dimiliki anggota DPRD untuk menjalankan fungsi pengawasan dan kontrol terhadap eksekutif demi memastikan apakah pemerintah daerah menjalankan tugasnya sesuai hukum dan konstitusi atau tidak. Selamat berdinamika!(****)

Penulis: SawaludinEditor: Sawaludin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *