Berita  

Hendra Karianga: Geser Anggaran Tanpa Persetujuan DPRD, Tindakan Gubernur Sherly Masuk Penyalagunaan Kekuasaan.

Gubernur Malut, Sherly Tjoanda (kiri) dan Pakar Hukum Keuangan Negara Unkhair Ternate, Dr. Hendra Karianga, SH.,MH.

TERNATE, maluttv.com- Rencana Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda menggeser anggaran 10 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan dasar Peraturan Gubernur (Pergub) tanpa melibatkan dan butuh persetujuan DPRD memantik reaksi tajam dari Pakar Hukum Keuangan Negara (PHKN) Universitas Khairun Ternate, Dr. Hendra Karianga, SH.,MH.

Menurut Hendra, jika kebijakan dan pola pengelolaan keuangan daerah dilakukan Sherly tanpa melibatkan apalagi tidak membutuhkan persetujuan Deprov, maka tindakan tersebut adalah sebuah pelanggaran dan bisa menjadi masalah hukum di kemudian hari karena perbuatannya itu masuk dalam kategori : Pelanggaran terhadap Perda, Maladminiatrasi, Pelanggaran prinsip transparansi dan akuntabilitas keuangan negara.

“Selain konyol, tindakan itu fatal jika dilakukan. Dasar hukum pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah Perda tentang APBD. Mengapa harus Perda, karena butuh persetujuan DPRD sebagai pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah atau budgeting policy ada di DPRD bukan di eksekutif. Oleh karenanya, Pelaksanaan APBD, mulai dari perencanaan dan pertanggungjawabannya diatur dalam Perda. Di luar itu tidaklah sah dan bisa dikategorikan penyalagunaan kekuasaan,” ungkap HK.

Setelah reformasi, kekuasaan memegang kendali keuangan daerah ada di legislatif sebagai pemegang kedaulatan pengelolaan keuangan daerah, bukan di eksekutive. Hendra menilai Gubernur Sherly dan Dirjen Keuangan gagal paham jikalau pergeseran atau pengotak-atian anggaran rakyat tidak perlu melibatkan dan atau persetujuan DPRD.

“Mana ada di dunia ini, dalam sistym pemerintahan otonomi daerah anggaran rakyat seenaknya diotak-atik oleh eksekutif tanpa ada persetujuan legislatif. Pokoknya, keputusan Gubernur soal pergeseran dana di tahun anggaran berjalan diluar Perda adalah salah dan dikategorikan penyelewengan,” tegas Hendra seraya mengatakan dalam pengelolaan keuangan daerah ada prinsip-prinsip demokrasi, selain transparansi, akuntabilitas, efisiensi dan keadilan.

Hendra menyarankan kepada Gubernur Sherly agar jangan salah menapsirkan arti dan makna efisiensi. Bagi HK, efisiensi adalah penghematan dan penggunaanya tepat sasaran. Jika dikaitkan dengan postur APBD Malut 2025 yang sudah diperdakan tahun lalu oleh DPRD, maka Sherly harus berkonsultasi dan meminta persetujuan Deprov. Tidak boleh seenaknya kepala daerah melakukan perubahan sepihak.

“Banggar DPRD harus dilibatkan. Kalau tidak melibatkannya maka pengelolaan keuangannya tidak sah. Karena fungsi DPRD adalah budgeting. Apalagi ini belum masuk perubahan. Yang hanya bisa merubah perda, ya harus terbitkan perda baru lagi. Inikan merubah postur tubuh APBD. Gubernur harus minta petsetujuan DPRD loh. Kebijakan lain silahkan, tapi menyangkut APBD jangan lakukan semau gue,” tukas Akademisi Hukum Unkhar Ternate.

Pernyataan Hendra merespon penjelasan Sherly yang beredar di media masa soal rencananya melakukan pergeseran di 10 OPD sebagai tindaklanjut dari efisiensi anggaran Pemprov tanpa melibatkan serta tidak membutuhkan persetujuan Deprov. Sebagai legitimasi kebijakannya, Sherly kemudian bakal menerbitkan sebuah Peraturan Gubernur (Pergub).(lud/mtv)

Penulis: SawaludinEditor: Sawaludin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *