Catatan: Sawaludin Damopolii (wartawan maluttv.com).
Birokrasi di jajajaran pemerintahan provinsi Maluku Utara seperti air tenang namun menghanyutkan. Terlebih khusus pejabat eselon II. Suasana kebatinan mereka serasa duduk di kursi panas. Hati mereka kini dihantui kecemasan setelah isu rotasi dan mutasi dihembus dan dibenarkan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda.
Sedikitnya 36 pejabat eselon II di puncak Gosale bakal “disenggol” oleh istri mendiang Benny Laos. Selain 36 pejabat, kedudukan Samsuddin A. Kadir sebagai Sekretaris Provinsi Maluku Utara juga ikut dibidik. Menarik bukan!
Mengangkat dan memberhatikan pejabat di lingkup pemerintahannya merupakan hak prerogatif gubernur. Kewenangan tersebut kemudian dimanfaatkan Sherly memilih dan membentuk organ baru untuk memperkuat kabinet kerjanya lima tahun kedepan.
Niat Sherly memutasi dan menggeser para pejabat melalui uji kompetensi dipastikan berjalan mulus sesuai ekspektasinya. Di masa 100 hari kerja, Sherly kemungkinan besar menggunakan moment kekuasaannya untuk “bersih-bersih” kabinet.
Selain melarang tim sukses atau kerabat dekat mencatut kesaktian namanya untuk meraih keuntungan atau kepentingan tertentu, Sherly di beberapa tempat kerap menegaskan, rekrutmen dan penempatan pejabat di posisi strategis menggunakan pola meritokrasi sebagai pendekatannya.
Menurut Sherly, dirinya bakal menerapkan asas profesionalitas bukan like and dislike dalam pengisian dan pemutasian jabatan demi mewujudkan pemerintahan provinsi Maluku Utara yang berintegritas, bersih KKN dan berkualitas. Luar biasa. Itikad Sherly tersebut cukup mulia dan patut diapresiasi.
Namun benarkah demikian? Akhir-akhir ini masyarakat mulai apriori dan antipati terhadap pemimpinya. Pasalnya melontarkan ucapan lebih ringan dari prilaku. Kadang kata-kata hanya sebatas retorika untuk membungkus sebuah obsesi, baik pribadi maupun kepentingan kelompok.
Sebagai gubernur, jabatan strategis yang diperoleh lewat pemilihan umum dan melibatkan tim kecil yang biasa disebut tim sukses, tentunya Sherly-Sarbin memiliki ikatan moral dan komitmen politik atau hukum simbiosis mutualisme.
Tim sukses juga manusia biasa. Mereka memiliki hasrat untuk mengatur. Minimal kepentingan mereka dalam lingkaran kekuasaan harus didengar dan diakomodir oleh Sherly-Sarbin demi menjaga eksistensi politik dan bisnis mereka. Fenomena ini merupakan hal lumrah di belantika perpolitikan. Artinya “ngoni jadi apa, tong dapat apa” merupakan mekanisme baku antara pendukung dan yang didukung (tim pemenangan dan kandidat).
Yang menjadi pertanyaannya, yaitu mampukah Sherly konsisten dengan apa yang diucapkannya? Dan seberapa kuatnya hati wanita muda kelahiran Ambon tahun 1982 itu menahan bisikan sponsornya? Publik butuh indikator rasional untuk menjawab sejumlah pertanyaan di atas. Biarkanlah Sherly-Sarbin menunaikan tugasnya sebagai pemimpin di negeri ini. Toh mereka berdua baru beberapa minggu dilantik dan bertugas sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara. Belum sepantasnya menaruh penilaian atas capaian kinerja mereka.
Namun, di tengah gencar-gencarnya Sherly bakal menerapkan sistym meritokrasi dalam pemerintahan, rencana migrasi belasan bahkan puluhan pejabat di pemerintahan Pulau Morotai menuju puncak Gosale, Kota Sofifi menyeruak. Rencana perpindahan pegawai negeri sipil asal Morotai itu memantik spekulasi publik. Hmm…apakah niat mereka itu pindah ke sofifi merupakan bagian dari komitmen Pilgub 2024? Hanya Sherly-lah yang bisa menjawabnya!
Lain koki lain pula masakannya. Masing-masing pemimpin memiliki gaya dan style berbeda. Fenomena jual beli jabatan dan suap proyek pada kepemimpinan sebelumnya tidak perlu terjadi di era pemerintahan Sherly Tjoanda dan Sarbin Sehe.
Selain masyarakat, aparat penegak hukum juga turut serta menjadi cctv terhadap roda pemerintahan Sherly. Maluku Utara yang terdiri dari 10 kabupaten /kota dan didiami sekitar 1,3 juta jiwa penduduk menaruh harapan besar kepada Big Bos Sahid Hotel Ternate. Pasalnya, membangun peradaban bukan dilihat oleh manisya narasi dan kosa kata melainkan fakta. Selamat bertugas Sherly-Sarbin. Negeri Aljazirah Almulk menanti perubahan tanpa melihat entitas sosial maupun kelompok politik.
Mengedepankan sistym dan pola meritokrasi, yaitu sebuah kebijakan pemimpin yang melihat anak buahnya dari aspek prestasi dan kemampuan tanpa melihat latar belakang politik, suku, ras, warna dan agama. Jika metode ini diterapkan, maka pemerintahan provinsi Maluku Utara di tangan Sherly-Sarbin berkualitas, berintegritas dan kompetitif. Semoga!! (***)

















