HALTENG, maluttv.com- Kontroversi mencuat setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Halteng tiba-tiba membebaskan Camat Pulau Gebe, Husba Kamaraja, hanya beberapa jam setelah ditangkap oleh pihak kepolisian. Keputusan itu memicu tanda tanya besar, terutama setelah beredar informasi bahwa Wakil Bupati terpilih, Ahlan Djumadil, sempat melakukan komunikasi dengan pihak Kejari sebelum pembebasan terjadi.
Camat Pulau Gebe, Husba Kamaraja sebelumnya ditangkap di Kecamatan Patani pada Kamis (30/ 01/ 2025) kemarin atas dugaan keterlibatan dalam sebuah kasus netralitas ASN pada Pilkada 2024 lalu. Namun, yang mengejutkan, proses hukum yang seharusnya berjalan justru terhenti mendadak setelah Kejari Halteng mengambil keputusan untuk membebaskannya.
Dugaan Intervensi Mencuat
Keputusan tersebut menimbulkan gelombang spekulasi. Beberapa sumber menyebut ada “angin segar” yang berembus ke Kejari sebelum keputusan itu diambil. Dugaan semakin kuat setelah informasi beredar bahwa Ahlan Djumadil yang merupakan wakil bupati terpilih diduga menghubungi pihak Kejari sebelum pembebasan terjadi.
“Kalau benar ada intervensi politik, ini harus diusut tuntas. Jangan sampai hukum tunduk pada kepentingan segelintir orang,” ujar seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.
Publik pun mulai mempertanyakan independensi Kejari Halteng dalam menangani kasus ini. Sejumlah pihak mendesak Kejari untuk memberikan penjelasan transparan mengenai alasan pembebasan tersebut.
Terkait dengan persoalan tersebut, Kepala Seksi Intelejen Kejari Halteng, G. Salhuteru menjelaskan, alasan tidak ditahannya Camat Pulau Gebe, Husba Kamaraja, sebab yang bersangkutan dikenakan pasal 188 UU Pilkada tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota terhadap UUD 1945. Dalam putusannya, Pasal 188 UU 1/2015 sebagaimana telah diubah oleh UU Nomor 10 Tahun 2016 dinyatakan inkonstitusional bersyarat dimaknai “Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat Aparatur Sipil Negara, anggota TNI/POLRI, serta Kepala Desa atau sebutan lainnya/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.600.000,00 atau paling banyak Rp.6.000.000,00″. Sehingga, Camat tersebut tidak dilakukan penahanan.
“Pasal yang diterapkan adalah pasal 188 UU Pilkada, dengan ancaman 1-6 bulan. Makanya, berdasarkan ketentuan tersebut, yang bersangkutan tidak bisa dilakukan penahanan”, ujarnya
Disinggung soal adanya intervensi dari Wakil Bupati Kabupaten Halteng terpilih, Ahlan Djumadil, dirinya membantah dan mengatakan kalau informasi tersebut tidak benar.
“Soal informasi adanya intervensi itu tidak benar. Kami sebagai aparat penegak hukum tidak bisa diintervensi”, singkatnya.
Sementara itu di sisi lain, pihak kepolisian juga masih bungkam terkait langkah selanjutnya dalam kasus tersebut. Apakah proses hukum akan dilanjutkan atau kasus itu benar-benar dihentikan, masih menjadi misteri. (dir/mtv)

















