Opini  

ELANG-RAHIM ADALAH WAJAH NEGERI FAGOGORU

Merawat Identitas di Era Pragmatisme MoralHa

Generasi Fagogoru, Edi Langkara dan Abd. Rahim Odeyani. (Insert): tradisi cokaiba

Di balik melimpah ruahnya kekayaan alam, Halmahera Tengah memiliki ragam budaya dan tradisi unik warisan leluhur. Salah satunya yaitu Cokaiba. Upacara tradisional yang digelar dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW (Maulid Nabi) menampilkan kostum dan topeng yang menyerupai jin dan setan.

 

Kostum, topeng, kalimat dan gerakannya mengandung nilai dan makna filosofis. Cokaiba merupakan bukti kebudayaan masuknya syiar islam di bumi Fagogoru, dan hingga kini tradisi tahunan tersebut masih dipertahankan dan dilestarikan ritual releginya oleh generasi Gamrange, terutama masyarakat Patani.

Di tengah tuntutan modernisasi, tidak sedikit warisan leluhur tergilas oleh peradaban. Budaya dan tradisi turun temurun punah karena investasi dan masuknya budaya barat.

Disinilah peran penting generasi Fagogoru membentengi aset warisan dari ancaman peradaban. Sebelumnya, Halmahera Tengah kurang diminati. Selain dipenuhi hutan belukar, daerah ini terisolasi.

Jalur darat belum terkoneksitasi. Jaringan telephone celluler pun tidak tersedia. Perhubungan laut beraktivitas sesuai scedule pelayaran. Patani dan daerah sekitarnya pun saat itu benar-benar termarjinalkan.

Sebagai putra Fagogoru Edi Langkara dan Abd. Rahim Odeyani memiliki pandangan sosial politik yang sama. Karena mereka sadar, untuk merubah sebuah keadaan daerah harus menggenggam kekuasaan.

Puncaknya tahun 2017. Berkat doa dan dukungan masyarakat Halmahera Tengah,  Elang-Rahim terpilih dan menduduki puncak Loiteglas. Dan benar saja. Meski memimpin Halteng dengan APBD terbatas, kedua generasi Fagogoru itu sukses merealisasikan janji politik mereka.

Deretan karya pembangunan pun kini sudah dinikmati masyarakat itu sendiri. Mulai dari Jalur lintas Halmahera, Weda-Patani, jaringan Telkomsel, Pasar Moder, Plaza Weda, Air Bersih, Aliran Listrik, 1625 unit rumah layak huni, kredit usaha nol persen, stadiun standar internasional, islamic center, bantuan sosial bagi rakyat miskin, Beasiswa S1, S2, S3 dan Kedokteran, Bantuan alat tangkap nelayan, bantuan alat pertanian dan lain-lainnya.

Bagi Elang-Rahim, membangun Halteng bukan sekedar mengaplikasikan tugas normatif mereka sebagai pemimpin daerah melainkan wujud tanggungjawab moral selaku putra daerah.

“Ini merupakan tanggungjawab kami sebagai generasi Fagogoru. Tradisi leluhur harus dilestarikan. Maka, sesibuk apapun, jika moment Maulid, saya harus hadir dan berkerumun bersama orang tua-tua ku di kampung. Sholat dan baca barjanji serta bersalawat kepada baginda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam,” terang Elang, mengkisahkan suasana kebatinan generasi Fagogoru untuk merawat adat dan tradisi relegi.

Wajah Fagogoru melekat kental di Elang-Rahim. Di pentas demokrasi, kita boleh berbeda perspektif. Namun tidak boleh mengabaikan identitas.

Negeri Fagogoru mengoleksi regenerasi mumpuni. Tak perlu melibatkan pihak luar untuk membangun. Jika ada Elang-Rahim mengapa harus menaruh asah ke orang lain.

Pasalnya, Kearifan lokal perlu dijaga serta dilestarikan. Dan yang tulus dan memahami makna filosofisnya bukanlah orang lain yang berafiliasi seumur jagung dengan kita, melainkan putra daerah yang lahir dan besar bersama semesta Gamrange.  Camkanlah! Elang-Rahim adalah Kita. Lanjutkan Pembangunan! (***)

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *