JAKARTA, maluttv.com- Mahasiswa Pemerhati Hukum Maluku Utara (Maperhum Malut) di Jakarta, menggelar aksi demonstrasi Jilid 5 didepan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI), terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi Anggaran Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) yang terjadi di Kabupaten Pulau Taliabu.
Dalam orasinya, massa aksi menyuarakan, dari hasil temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku Utara yang menyebutkan adanya kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) di Kabupaten Pulau Taliabu Tahun 2017, yang diduga melibatkan Bupati Kabupaten Taliabu saat ini, Aliong Mus.
Kordinator Lapangan Alfian Sangaji, menjelaskan, sebelumnya kasus dugaan korupsi Alokasi Dana Desa dan Dana Desa di Taliabu Tahun 2017 tersebut, telah ditangani Oleh pihak Polda Maluku Utara serta Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, dan telah menetapkan Mantan Bendahara Kas Daerah, Agusmawati Toib Koten sebagai tersangka.
“Sudah ada tersangka akan tetapi, sampai saat ini tidak ada kepastian hukum. Bahkan, tersangka masih berkeliaran bebas bersama terduga lainnya yakni, Bupati Kabupaten Pulau Taliabu, Aliong Mus.
Perlu diketahui, pencairan ADD dan DD tahap satu pada 2017 dengan cara ditransfer ke perusahaan atas nama CV. Syafaat Perdana yang merupakan badan usaha milik tersangka Agusmawati Toib Koten dan dari total anggaran untuk 71 Desa pada 8 Kecamatan tersebut, dilakukan pemotongan sebesar Rp. 60 juta per desa dan bila dijumlahkan mencapai Rp. 4 miliar lebih.
Massa aksi menduga, dalam kasus dugaan korupsi itu, bukan hanya di lakukan oleh satu orang. Tetapi, adanya keterlibatan orang lain dan salah satunya Bupati 2 periode, Aliong Mus.
Untuk itu, massa aksi mendesak agar, KPK RI segera ambil alih kasus yang di tangani Polda Malut dan Kejati Malutd. Mereka menilai, kasus tersebut tidak mampu diselesaikan oleh kedua lembaga penegak hukum tersebut.
“Kami meminta KPK RI panggil dan periksa Saudara Aliong Mus selaku Bupati Taliabu untuk dimintai keterangannya, dan bila terdapat motif korupsi, maka KPK wajib melakukan penetapan tersangka dan penahanan sebagaimana tugasnya yang ditetapkan dalam UU No. 19 tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, tutup Alfian dalam orasinya. (Red)

















